Hobi

 

Sumber: pexels.com

Salah satu kebiasaan gue setelah mengerjakan sebuah project yang matang adalah menghilang. Menghilang dari media sosial, tepatnya. Ya, kalian taulah, kalau medsos merupakan parameter apakah seseorang masih hidup atau tidak. Cukup dengan nge-stalking media sosialnya, kita bisa tau apa-apa aja yang sedang, telah, dan akan dilakukan seseorang. Seperti gue yang biasa menggunakan media sosial sebagai wadah aktualisasi diri gue dalam menulis.

Kadang kala untuk mempersembahkan sebuah project yang matang, gue lebih suka mempersiapkannya terlebih dahulu sampai benar-benar selesai. Baru setelah itu gue tinggal posting dan mempromosikannya lewat media sosal gue. Sehingga dari luar gue nampak seperti orang yang amat produktif di satu waktu, sementara di waktu yang sama sebenarnya gue sedang malas-malasan berkedok menikmati hidup.

Buat yang mau tau (yang nggak juga gak papa), tiap kali gue menyelesaikan sebuah tulisan panjang seperti novel, dalam kurun waktu dua sampai tiga bulan ke depan gue benar-benar berhenti dari aktivitas menulis. Ngapain aja gue kalau lagi nggak nulis? Ya, seperti yang tadi gue bilang. Menikmati hidup. Mau manis, asam, asin, dan pahitnya kehidupan hanya bisa gue telan mentah-mentah. Sebisa mungkin melakukan apa yang mampu gue lakukan, dan menghindari apa yang di luar kemampuan gue.

Sebagai anak rumahan yang jarang jalan-jalan, cara gue untuk menikmati hidup salah satunya adalah dengan menonton film, membaca buku, dan tidur. Selain itu gue lebih suka menghabiskan waktu di kamar seharian dengan banyak mengikuti kelas online bersertifikat. Baik yang berbayar atau yang gratisan. Sebenarnya sertifikat yang gue peroleh nggak terlalu banyak berpengaruh bagi kehidupan gue sekarang, tapi jika sewaktu-waktu hal itu dibutuhkan setidaknya gue udah dalam keadaan siap.

Tulisan gue kali ini sebenarnya dimaksudkan untuk menjelaskan apa yang sedang gue rasakan saat ini mengenai hobi gue, passion gue: menulis. Sebab belakangan ini gue mulai mempertanyakan kembali tujuan awal gue dalam menulis. Seperti yang sering gue bilang bahwa menulis merupakan cara gue untuk menuangkan apa yang gue rasakan dan pikirkan. Hanya sebatas itu. Cuman, akhir-akhir ini gue mulai berpikir untuk mengkomersialisasikan tulisan-tulisan gue agar bisa menghasilkan rupiah.

Sejujurnya gue bukan orang yang harus bekerja berdasarkan passion-nya. Juga bukan orang yang berharap agar hobinya bisa menghasilkan uang. Tetapi gue merasa nggak ada salahnya kalau dicoba dulu. Gue tau ini nggak akan berjalan dengan mudah. Banyak halang rintang yang bisa membuat gue menyerah di tengah. Bahkan gue bisa aja kehilangan esensi dari hobi itu sendiri. Namun jika gue nggak pernah mencobanya sama sekali, gue nggak akan pernah tau perubahan apa yang akan gue dapat di kemudian hari.

Dan benar aja, saat ini gue sedang berada di fase yang cukup berat. Di mana gue mulai kehilangan kesenangan saat menulis. Gue yang biasanya bisa nulis apa aja selama gue merasa resah dengan isi hati dan kepala gue, sekarang kalau nulis malah harus nunggu mood bagus dulu. Seperti yang kita semua tau, nunggu mood bagus sama kayak ngumpulin niat buat hidup lebih produktif. Kalau nggak segera dilakukan, maka nggak akan pernah dimulai.

Ketika gue sedang berusaha untuk konsisten dalam menulis, kalian tau apa yang terjadi? Gue mengalami yang namanya burnout. Penjelasan mudahnya, gue jadi malas ngapa-ngapain bahkan untuk hal sekecil mandi. Jangankan untuk nulis, membuka laptop aja gue udah ogah-ogahan. Memikirkan dan mencatat topik apa yang mau gue bahas aja rasanya membuat gue pengin muntah. Hasilnya ya, nggak jadi apa-apa. Banyak rencana-rencana yang udah gue desain sedemikian rupa, cuma jadi bangkai dalam catatan gue. Apa yang udah gue mulai, nggak pernah selesai. Mungkin fase ini juga pernah dirasakan oleh orang-orang yang penghasilan utamanya diperoleh dengan menjadikan hobi sebagai pekerjaan.

Namun di saat yang besamaan, gue sadar bahwa nggak ada gunanya juga gue menyesali apa yang telah gue mulai. Mungkin gue hanya sedang merasa bosan, sama seperti yang dialami kebanyakan orang terhadap pekerjaannya. Gue nggak bisa terus-terusan hidup dalam keputusasaan dan kebimbangan. Yang harus gue lakukan justru menjadikan keputusasaan dan kebimbangan ini sebagai alasan agar gue nggak berhenti di tengah jalan. Karena sebenar-benarnya kegagalan adalah ketika gue nggak pernah mencoba dan memulainya sama sekali. Dan sebenar-benarnya keberhasilan adalah ketika gue berhasil mengatasi kelemahan gue sendiri.

Sepertinya udah saatnya gue berdamai dengan perasaan nggak keruan ini. Perasaan yang membuat gue kehilangan kesenangan dan esensi dari hobi gue sendiri. Kalau memang hobi ini bisa jadi hal yang menguntungkan buat gue dari segi materi, maka gue harus melakukannya dengan lebih matang. Gue harus menulis dengan lebih terorganisir agar hasilnya bisa lebih konsisten. Tapi kalau seandainya hobi gue hanya akan menjadi kegiatan untuk membuat gue tetap waras, gue hanya perlu kembali menulis dengan hati. Terus menggali lebih dalam perasaan-perasaan yang menghasilkan emosionalitas dalam tulisan-tulisan gue. Sehingga apa yang gue tuangkan dalam tulisan bisa menjadi solusi apabila gue mulai kehilangan tujuan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan #23: Sulit Melupakan (Cerpen)

Ramadhan #20: Orang Asing

2 Tak (Tuyul Sekolah)