Day 26 #30DaysWritingChallenge

 Your School


Pendidikan terakhir gue adalah S1 ilmu pendidikan. Yup, kalian nggak salah baca. Gue seorang guru. Rada nggak cocok, ya? Gelar tersebut baru gue dapatkan di tahun kemarin, 2022. Setelah melewati empat tahun yang terasa cepat ketika semuanya udah berlalu, namun terasa lambat ketika dijalani. Buat orang yang kenal gue, kalian pasti udah tau kalau gue sempat gap year selama dua tahun setelah lulus SMA. Gue bekerja.

Tapi yang mau gue ceritain sekarang bukan tentang alasan kenapa gue memilih bekerja lebih dulu, sebelum melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Lagipula, kalau nggak salah, udah pernah gue bahas di postingan-postingan sebelumnya. Tapi gue lupa yang mana. Justru yang pengin gue ceritain adalah seperti apa, gue, saat jadi anak kuliahan.

Sewaktu semester awal perkuliahan gue adalah orang yang sangat ambisius. Gimana nggak, semangat itu baru gue dapatkan saat gue pertama kali menginjakkan kaki di kampus. Semangat yang tercipta berkat janji gue untuk serius belajar, nggak seperti saat gue masih duduk di bangku sekolah. Titik di mana gue berjanji untuk merubah nasib gue, lewat jenjang pendidikan yang lebih serius.

Gue jadi orang yang berbeda saat jadi mahasiswa di awal semester perkuliahan. Fokus memerhatikan dosen saat sedang mengajar. Rajin mencatat apa yang dijelaskan dan ditulis dosen di papan tulis. Rajin bertanya dan menjawab pertanyaan atau pernyataan yang dikemukakan dosen hingga teman sekelas. Belajar hingga lupa waktu di luar jam kuliah. Sering ke perpustakaan membaca buku, jurnal, dan skripsi untuk mencari referensi. Membaca buku-buku non akademis di sela-sela waktu perkuliahan. Pulang terlambat karena belajar lebih lama daripada saat gue masih jadi anak sekolah. Dulu gue merasa keren banget. Tapi sekarang, saat gue membayangkan semua yang gue kerjakan dulu, rasanya kok gue caper banget ya jadi manusia.

Walaupun dulu gue sangat ambisius, beruntungnya gue nggak kehilangan diri gue yang lama. Gue tetap bukan orang yang perfeksionis dalam hal belajar. Gue nggak pernah takut melakukan banyak kesalahan selama belajar. Nggak pernah merasa gagal hanya karena mendapat nilai yang rendah. Nggak pernah merasa malu meski harus mengerjakan banyak remedial. Bahkan enggan membanding-bandingkan hasil yang gue peroleh dengan hasil orang lain. Kecaperan gue nggak membuat gue semakin menjengkelkan, bahkan untuk gue sendiri. Bayangkan gue yang ambis ditambah perfeksionis, fiks, gue bakal dikenal sebagai mahasiswa pintar yang nggak asyik diajak berteman.

Sikap gue yang ambisius itu, terus berlanjut hingga semester empat. Cuman... agak lebih malas sedikit. Gue masih mahasiswa yang rajin bertanya dan menjawab, tapi udah agak malas mencatat materi pada saat itu. Datang ke perpustakaan hanya untuk tidur. Gue mulai kembali ke gue yang lama. Aktif tapi pemalas. Ya, dua kata yang sangat kontradiktif. Namun gue rasa itu kata yang tepat untuk menggambarkan gue secara garis besar.

Sampai akhirnya di tengah semester empat, Covid menguasai dunia. PPKM mulai diperketat. Kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring. Sebagai generasi Covid, gue merasakan betul perubahan yang terjadi. Mulai dari cara mengajar yang belum efektif, suasana belajar yang nggak efisien, hingga para pelajar pemalas yang mulai semakin pintar memanipulasi daftar hadir (gue salah satunya). Sampai akhirnya kegiatan mengajar mulai berdampingan dengan teknologi, yang semakin lama semakin adaptif, sehingga para pelaku pendidikan seperti kami mulai terbiasa dengan perkembangan zaman.

Di sisi lain, merajalelanya virus corona di dunia, tentu juga memberi dampak positif bagi kehidupan. Salah satunya gue. Meski gue kembali menjadi seorang pemalas, lupa dengan janjinya ketika hari pertama masuk kuliah, ada hal baik yang gue pelajari selama belajar dari rumah. Gue belajar, bahwa sebenarnya ada banyak hal yang nggak gue ketahui di dunia ini. Semakin banyak gue membaca buku self improvement, semakin banyak pula perubahan baik yang terjadi pada diri gue. Gue berubah dari orang yang ambisius aka caper bin menyebalkan, menjadi orang yang semakin peduli dengan diri sendiri, orang sekitar, termasuk cara pandang orang lain. Bahwa apa yang gue anggap benar, nggak selalu benar untuk orang lain. Selalu yakin pada apa yang gue anggap benar, meski orang lain mengganggap gue salah. Menjadi pribadi yang lebih peduli pada situasi dan kondisi lingkungan sekitar. Masih banyak lagi yang malas dan nggak perlu gue sebutkan satu-satu. Kebanyakan soalnya.

Sampai dua tahun lebih berlalu, gue lulus dengan IPK yang sangat memuaskan buat gue. Mendapatkan banyak pelajaran penting, baik dalam akademis, non akademis, serta berupa pelajaran hidup yang amat berarti. Nggak cuma mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi diri sendiri, tapi juga bermanfaat bagi orang lain. Menemukan tujuan baru, yang pada awalnya hanya sebatas mencari gelar dan ijazah, berubah menjadi orang yang punya determinasi agar bisa hidup lebih layak. Hingga siap menghadapi setiap tantangan di masa yang akan datang. Gue seutuhnya udah menjadi orang yang benar-benar baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan #23: Sulit Melupakan (Cerpen)

Ramadhan #20: Orang Asing

2 Tak (Tuyul Sekolah)