Day 19 #30DaysWritingChallenge

 My First Love


Langsung aja gue jelasin di awal, tentang definisi cinta pertama buat gue. Cinta pertama adalah cinta yang tumbuh bukan sejak pertama kali melihatnya, tapi cinta yang tumbuh dan bertahan lebih lama dari alasan kenapa cinta itu bisa ada. Syarat cinta pertama nggak harus memiliki dan nggak harus berakhir bahagia.

Gue udah berkali-kali jatuh cinta sama perempuan, tapi gue salah sangka. Itu cuma suka, bukan cinta. Sejak TK, gue kira gue cinta sama tetangga gue, tapi nyatanya nggak ada alasan yang bisa mempertahankan cinta gue untuknya. Begitupun ketika gue SD, gue pikir gue cinta sama teman sekolah gue, nyatanya nggak ada alasan yang bisa menjelaskan kenapa gue harus memberikan cinta gue padanya. Dari situ gue baru tau kalau selama itu gue hanya menyukainya, bukan mencintainya.

Cerita itu berlanjut saat gue duduk di bangku sekolah menengah pertama. Gue jatuh cinta pada pandangaan pertama oleh seorang gadis cantik di kelas yang sama kayak gue. Gue nggak kenal dia sebelumnya. Gue juga nggak tau dia berasal dari SD mana saat itu. Rasa cinta itu bisa ada ketika dia disuruh maju oleh kakak OSIS untuk menunjukkan bakatnya. Lalu dia pun menggambar Mickey Mouse di papan tulis yang amat mirip dengan aslinya.

Selama berminggu-minggu gue mengenal dan mendekatinya, akhirnya gue berhasil membuatnya mencintai gue. Bahkan dia yang nembak gue duluan. Lewat SMS dengan gaya bahasa yang sumpah demi tuhan alaynya nggak tanggung-tanggung. Tapi yang namanya cinta, nggak peduli seberapa alay cara dia ngirim SMS, cinta ya tetap cinta. Gue pun dengan senang hati menerima pernyataan cintanya pada saat itu.

Tapi lagi-lagi gue salah sangka. Gue pikir gue betul-betul mencintainya, berpacaran layaknya bocil SMP, langgeng hingga dewasa, menikah, lalu hidup bahagia. Tapi faktanya berkata lain. Tepat di hari kedua kami resmi berpacaran, kami sama sekali nggak berinteraksi secara langsung. Nggak saling berbicara, apalagi saling bertukar cerita. Kami hanya saling menatap, malu-malu kucing. Dari situ gue mulai berpikir ulang, apakah gue benar-benar mencintainya atau nggak.

Adegan malu-malu kucing tersebut terus berlangsung hingga akhir hubungan kami yang nggak sampai sebulan. Kami hanya berpacaran lewat SMS, tapi saat bertemu langsung, kami seperti dua orang yang nggak saling kenal. Dari yang gue rasain, nggak ada rasa cemburu saat dia sedang bermain dengan cowok lain. Bahkan saat dia diantar pulang oleh kakak kelas, yang seharusnya akan jadi berita buruk buat gue, gue sama sekali nggak mempermasalahkan hal tersebut. Gue dengan kesadaran penuh merelakan dia pergi bersama cowok manapun yang juga menyukainya.

Hubungan kami pun berkahir, tanpa adanya rasa penyesalan dari diri gue pribadi.

Dan benar aja, setelah kami putus, hubungan kami sebagai teman berjalan baik-baik aja. Bahkan gue dan dia bisa ngobrol layaknya teman sekelas pada umumnya. Nggak ada kesalahpahaman yang berarti buat kami berdua. Dia bahagia dengan pilihan barunya. Sedangkan gue bahagia tanpa ada hubungan spesial dengannya. Dari situ gue tau, bahwa kami kayaknya lebih cocok untuk berteman dibanding berpacaran.

Kisah cinta pertama gue berlanjut ketika gue duduk di bangku sekolah menengah atas. Tempat yang gue pikir bahwa nggak ada lagi yang namanya cinta pertama. Cinta anak sekolah yang faktanya cuma cinta monyet dan nggak berarti apa-apa. Hanya berakhir sebagai teman semasa sekolah. Namun biasanya cinta itu bisa bersemi kembali ketika reuni sekolah telah tiba. Mungkin dari sana cinta sejati pada akhirnya dipertemukan. Walaupun kemungkinannya terbilang kecil.

Di SMA akhirnya gue mengerti apa itu cinta pertama. Gue menyukai seorang perempuan unik, lalu berteman baik. Yup, perempuan itu tidak lain dan tidak bukan adalah pasangan gue sekarang. Perempuan yang gue cintai sejak semester dua kelas satu itulah yang membuat gue mengerti arti cinta sesungguhnya. Bayangkan berapa lama cinta itu bertahan. Dari kelas satu sampai kelas tiga cinta itu tertahan oleh label persahabatan. Baru setelah lulus, cinta itu berhasil gue nyatakan dan diterima olehnya sampai detik ini. Cerita lengkapnya bisa kalian baca di Day 10-Your Best Friend.

Dari dia lah gue baru bisa merasakan apa itu cinta pertama. Cinta yang tumbuh dan bertahan lebih lama dari alasan kenapa cinta itu bisa ada. Bersyukurnya gue nggak menyia-nyiakan kesempatan itu, yang pada akhirnya hanya akan jadi cinta yang bertepuk sebelah tangan. Gue pun berhasil mendapatkan cinta pertama gue. Moga-moga dia juga orangnya yang mengajarkan gue cinta terakhir.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan #23: Sulit Melupakan (Cerpen)

Ramadhan #20: Orang Asing

2 Tak (Tuyul Sekolah)