Ramadhan #25: Sendal Jepit

 

Sumber foto: pexels.com

Beberapa hari lalu, gue kehilangan sesuatu yang amat penting dan berharga. Ke mana pun gue melangkah, dia yang selalu menemani gue. Melindungi gue dari kotornya jalan, tajamnya pecahan beling, panasnya aspal di siang hari, dan beceknya jalan berlubang sehabis hujan. Gue telah kehilangan... sendal jepit.

Bukan kehilangan sih, ketuker lebih tepatnya. TKP tertukarnya sendal jepit gue, tentu bukan tempat yang asing lagi di telinga banyak orang. Lokasi tersebut memang kerap terjadi penculikan sendal jepit. Minimal datang dengan sendal bagus, pulang dengan sendal gabus.

Yup, apalagi kalo bukan: masjid.

Gue jelaskan dulu ciri-ciri dari sendal jepit gue:

Pertama, bisa dijumpai di warung manapun, kecuali warung kopi.

Kedua, mereknya sangat populer dikalangan pencinta sendal jepit warungan.

Ketiga, warna dasarnya berwarna hitam yang diberi sedikit aksen warna merah.

Sedangkan ciri-ciri dari sendal jepit orang yang tertukar dengan sendal gue:

Pertama, sama-sama bisa dijumpai di warung manapun, kecuali warung telepon (wartel).

Kedua, mereknya sama-sama populer di kalangan pencinta sendal jepit warungan.

Ketiga, warna dasarnya sama-sama berwarna hitam, namun diberi aksen warna kuning.

Keempat, cuman lebih dekil, lebih buluk, lebih tipis, dan tali sendalnya udah sakaratul maut.

Kira-kira seperti itulah perbedaan mencolok antara sendal jepit gue, dengan sendal jepit orang lain yang tertukar dengan sendal gue. Sebenarnya, kalo sendalnya nggak lebih dekil dari sendal gue, nggak lebih buluk dari sendal gue, nggak lebih tipis dari sendal gue, dan tali sendalnya nggak sekarat, gue fine-fine aja. Tapi apa yang terjadi? Sendal jepit yang gue pake sekarang, jauh lebih buruk dari sendal jepit gue yang sebenarnya. Damn!

Gue nggak mengingat kronologinya, tapi yang jelas, gue mulai sadar bahwa sendal jepit gue tertukar setelah gue sampe di rumah, sepulangnya salat subuh di masjid.

Satu hal yang gue yakini, bahwa bukan gue yang salah pake sendal orang. Alasannya, karena gue merupakan salah seorang jama’ah masjid yang keluar belakangan. Cuma ada beberapa sendal yang tersisa saat itu. Sandal sang imam, sendal sang marbot, dan sendal gue. Jadi sudah dapat dipastikan, kalo pelaku pertukaran sendal jepit secara sepihak ini dilakukan oleh jama’ah masjid yang pulang lebih dulu dari gue.

Bukannya apa-apa, masalahnya adalah ketika gue salat di masjid yang sama, terus gue ngeliat sendal jepit yang sama kayak punya gue, kan gue jadi su’udzon ya. Kan niatnya, gue salat berjama’ah di masjid supaya gue bisa mendapat pahala berkali-kali lipat. Apalagi di bulan puasa kayak gini. Lah ini, setiap gue salat di masjid dekat rumah gue, bawaanya jadi su’udzon mulu. Gimana mau dapat pahala yang berkali-kali lipat. Hadeh.

Oleh sebab itu, mulai saat ini gue harus membulatkan tekad gue. Kalo nanti gue ngeliat sendal jepit yang sama kayak punya gue, pasti bakal langsung gue tukar. Daripada setiap salat, gue jadi nggak tenang. Lebih baik gue tukar balik.

Caranya, pertama-tama gue akan datang ke masjid belakangan (pas muadzin qamat). Kedua, kalo gue ngeliat sendal yang sama kayak punya gue, gue posisikan sendal jepit yang gue bawa di dekatnya. Ketiga, setelah salat, gue langsung keluar dari masjid dan membawa pulang sendal jepit gue yang seharusnya.

Moga-moga rencana gue berjalan lancar tanpa adanya hambatan. Moga-moga tindakan yang gue lakukan ini bukanlah sebuah tindak pencurian sendal jepit, melainkan gue hanya ingin mengembalikan barang sesuai haknya masing-masing. Dan moga-moga tindakan yang gue lakukan bisa mengurangi prasangka buruk yang ada pada diri gue, setiap kali gue ngeliat sendal jepit yang sama kayak punya gue.

Semoga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan #23: Sulit Melupakan (Cerpen)

Ramadhan #20: Orang Asing

2 Tak (Tuyul Sekolah)