Ramadhan #25: Sendal Jepit
Beberapa hari lalu, gue kehilangan sesuatu yang amat penting
dan berharga. Ke mana pun gue melangkah, dia yang selalu menemani gue.
Melindungi gue dari kotornya jalan, tajamnya pecahan beling, panasnya aspal di
siang hari, dan beceknya jalan berlubang sehabis hujan. Gue telah kehilangan...
sendal jepit.
Bukan kehilangan sih, ketuker lebih tepatnya. TKP tertukarnya
sendal jepit gue, tentu bukan tempat yang asing lagi di telinga banyak orang.
Lokasi tersebut memang kerap terjadi penculikan sendal jepit. Minimal datang dengan
sendal bagus, pulang dengan sendal gabus.
Yup, apalagi kalo bukan: masjid.
Gue jelaskan dulu ciri-ciri dari sendal jepit gue:
Pertama, bisa dijumpai di warung manapun, kecuali warung
kopi.
Kedua, mereknya sangat populer dikalangan pencinta sendal
jepit warungan.
Ketiga, warna dasarnya berwarna hitam yang diberi sedikit
aksen warna merah.
Sedangkan ciri-ciri dari sendal jepit orang yang tertukar
dengan sendal gue:
Pertama, sama-sama bisa dijumpai di warung manapun,
kecuali warung telepon (wartel).
Kedua, mereknya sama-sama populer di kalangan pencinta
sendal jepit warungan.
Ketiga, warna dasarnya sama-sama berwarna hitam, namun
diberi aksen warna kuning.
Keempat, cuman lebih dekil, lebih buluk, lebih tipis, dan
tali sendalnya udah sakaratul maut.
Kira-kira seperti itulah perbedaan mencolok antara sendal
jepit gue, dengan sendal jepit orang lain yang tertukar dengan sendal gue. Sebenarnya,
kalo sendalnya nggak lebih dekil dari sendal gue, nggak lebih buluk dari sendal
gue, nggak lebih tipis dari sendal gue, dan tali sendalnya nggak sekarat, gue fine-fine aja. Tapi apa yang terjadi? Sendal
jepit yang gue pake sekarang, jauh lebih buruk dari sendal jepit gue yang
sebenarnya. Damn!
Gue nggak mengingat kronologinya, tapi yang jelas, gue
mulai sadar bahwa sendal jepit gue tertukar setelah gue sampe di rumah,
sepulangnya salat subuh di masjid.
Satu hal yang gue yakini, bahwa bukan gue yang salah pake
sendal orang. Alasannya, karena gue merupakan salah seorang jama’ah masjid yang
keluar belakangan. Cuma ada beberapa sendal yang tersisa saat itu. Sandal sang
imam, sendal sang marbot, dan sendal gue. Jadi sudah dapat dipastikan, kalo
pelaku pertukaran sendal jepit secara sepihak ini dilakukan oleh jama’ah masjid
yang pulang lebih dulu dari gue.
Bukannya apa-apa, masalahnya adalah ketika gue salat di
masjid yang sama, terus gue ngeliat sendal jepit yang sama kayak punya gue, kan
gue jadi su’udzon ya. Kan niatnya, gue
salat berjama’ah di masjid supaya gue bisa mendapat pahala berkali-kali lipat. Apalagi
di bulan puasa kayak gini. Lah ini, setiap gue salat di masjid dekat rumah gue,
bawaanya jadi su’udzon mulu. Gimana mau
dapat pahala yang berkali-kali lipat. Hadeh.
Oleh sebab itu, mulai saat ini gue harus membulatkan
tekad gue. Kalo nanti gue ngeliat sendal jepit yang sama kayak punya gue, pasti
bakal langsung gue tukar. Daripada setiap salat, gue jadi nggak tenang. Lebih
baik gue tukar balik.
Caranya, pertama-tama gue akan datang ke masjid
belakangan (pas muadzin qamat). Kedua,
kalo gue ngeliat sendal yang sama kayak punya gue, gue posisikan sendal jepit
yang gue bawa di dekatnya. Ketiga, setelah salat, gue langsung keluar dari
masjid dan membawa pulang sendal jepit gue yang seharusnya.
Moga-moga rencana gue berjalan lancar tanpa adanya
hambatan. Moga-moga tindakan yang gue lakukan ini bukanlah sebuah tindak
pencurian sendal jepit, melainkan gue hanya ingin mengembalikan barang sesuai
haknya masing-masing. Dan moga-moga tindakan yang gue lakukan bisa mengurangi prasangka
buruk yang ada pada diri gue, setiap kali gue ngeliat sendal jepit yang sama
kayak punya gue.
Semoga.
Komentar
Posting Komentar