Ramadhan #24: Quarter Life Crisis

 

Sumber foto: pexels.com

Hujan semalam membuat gue sedikit merenungkan kehidupan gue dua tahun belakangan ini. Umur gue sekarang mau hampir dua puluh empat tahun, artinya dua tahun ke belakang umur gue masih dua puluh dua tahun. Memikirkan apa sebenanya tujuan hidup gue saat itu.

Iya, sekarang gue baru tau kalo fase yang gue alami dua tahun belakangan ini disebut dengan quarter life crisis. Fase di mana seseorang mempertanyakan apa tujuannya hidupnya di dunia ini. Gue jadi berpikir, apa ya, yang gue pikirkan saat itu? Hidup datar-datar aja. Nggak maju, nggak mundur. Hidup nyaman dengan apa yang gue punya.

Kayaknya sih, tujuan hidup gue mulai memudar ketika awal-awal pandemi. Dua tahun lalu gue masih mempunyai api untuk menjadi seorang guru. Tapi makin ke sini, api itu udah mulai padam. Mungkin salah satu faktornya karena kuliah online. Untuk melatih kompetensi gue sebagai calon guru, tentu harus dimulai dengan banyak melakukan interaksi secara langsung terhadap orang lain. Karena kuliah online, gue jadi kehilangan kesempatan untuk itu.

Gue yang cenderung nggak suka keluar rumah, sebenarnya nggak ada masalah jika terpaksa harus menghadapi kuliah online. Gue udah terbiasa melakukan banyak hal di dalam rumah. Jadi kuliah online bukan masalah besar buat gue. Tinggal setor muka, ngerjain tugas, UTS, setor muka lagi, ngerjain tugas lagi, tau-tau UAS, libur, dan masuk ke semester selanjutnya.

Usaha gue di rumah juga nggak berdampak apa-apa pada tujuan hidup gue. Penghasilan yang pas-pasan, dengan kebutuhan hidup gue yang nggak berlebihan, membuat gue merasa cukup dengan apa yang gue punya. Cukup untuk bayar kuliah, cukup buat gue jajan-jajan cantik, dan cukup untuk menabung dikit-dikit. Seenggaknya, penghasilan dari usaha gue di rumah, masih bisa membuat gue bertahan hidup sampe sekarang.

Apalagi yang gue butuhkan saat itu? Semua udah cukup, semua udah terpenuhi.

Untungnya, karena hampir dua tahun gue banyak menghabiskan waktu di rumah, gue jadi punya banyak waktu untuk baca buku. Karena suka baca buku, gue jadi pengin nulis buku. Gue mulai mengikuti beberapa lomba menulis. Dari lomba menulis puisi, esai, dan cerpen. Berangkat dari sana, minat gue pada dunia tulis-menulis mulai tumbuh, dan gue perlahan mulai menemukan tujuan hidup kembali.

Seperti yang pernah gue bilang di postingan beberapa waktu lalu yang berjudul “Question of Life”, menulis membuat gue menemukan tujuan hidup yang sebenarnya. Berkat menulis, api di dalam hati gue kembali berkobar. Entah untuk apa kemampuan menulis gue ini. Mungkin akan jadi pekerjaan utama gue di masa depan, atau mungkin cuma jadi pendamping pekerjaan utama gue—yang gue belum tau apa itu.

Namun meskipun saat ini belum ada yang bisa gue hasilkan dari menulis—selain atensi—tapi gue yakin suatu saat nanti, menulis bisa jadi modal utama gue menaklukkan dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan #23: Sulit Melupakan (Cerpen)

Ramadhan #20: Orang Asing

2 Tak (Tuyul Sekolah)