Ramadhan #19: Bulu Hidung
Kalo Doraemon dan kantong ajaibnya beneran ada di dunia
nyata, gue pengin minjem alat untuk mengendalikan bulu hidung. Soalnya gue ada
sedikit masalah pribadi dengannya. Buat yang punya masalah yang sama kayak gue,
sini join circle gue.
Secara biologis, bulu hidung berguna untuk menyaring
kotoran yang masuk lewat lubang hidung. Tapi itu cuma buat orang-orang yang
bulu hidungnya cukup. Nggak kayak gue yang jumlah bulu hidungnya nggak
sebanding dengan lahan yang tersedia. Jika digambarkan, suasana di dalam lubang
hidung gue mirip dengan rawa.
Saking banyaknya bulu-bulu yang tumbuh di hidung gue, pertumbuhannya
jadi nggak beraturan. Ada yang panjangnya hampir menyentuh bibir, dan ada yang
terlalu pendek kayak rumput habis diinjek-injek pemain bola. Dan keduanya nggak
ada yang menguntungkan buat gue. Kalo kepanjangan, rasanya kayak ada yang gelitikin
lubang hidung gue. Tapi kalo kependekan, sulit baginya untuk menyaring kotoran
dari luar dengan baik.
Jujur, gue lebih ngerasa keganggu dengan bulu hidung gue
yang kepanjangan. Hampir tiap dua minggu sekali, gue rutin cukur bulu hidung. Gue
emang udah mulai terbiasa, tapi tetap aja rasanya nggak nyaman.
Bisa lu bayangin, seandainya gue berada di situasi yang
mengharuskan gue berhadapan dengan orang lain, tapi bulu hidung gue malah keluar-keluar.
Kira-kira gimana perasaan gue? Dan gimana perasaan orang itu melihat bulu
hidung gue melambai-lambai tersapu angin? Bukannya apa-apa, cuman gue takutnya,
orang itu jadi ada niatan buat bakar bulu hidung gue.
Alasan gue lebih memilih mencukur bulu hidung gue daripada
mencabutnya, adalah karena gue pernah membaca sebuah artikel tentang bahayanya
mencabut bulu hidung. Artikel tersebut mengatakan bahwa, mencabut bulu hidung
dapat menyebabkan infeksi pada otak. Selain itu juga, mencabut bulu hidung bisa
membuat hidung gue rentan mengalami mimisan. Karena kalo gue mencabut paksa
bulu hidung gue, dapat memicu pendarahan di dalam hidung.
Jadi nggak ada alasan lain buat gue untuk lebih memilih
mencukurnya, daripada mencabutnya.
“Lagian sih lu, Dod, pake dicukur segala. Jadi cepet
panjangnya.” Nasihat sotoy begini udah sering gue dengar.
Kalo panjang bulu hidung gue nggak offside dari dulu, juga nggak bakal gue cukur. Masalahnya, semenjak
gue puber, pertumbuhan bulu hidung gue sangat pesat. Mana bisa gue
membiarkannya tumbuh memanjang gitu aja.
Puncaknya ada pada waktu gue SMA. Panjang bulu hidung gue
hampir bisa menyentuh bibir. Kalo gue nggak rajin mencukurnya, bisa-bisa di
umur gue yang hampir dua puluh empat tahun ini, bulu hidung gue panjangnya bisa
melebihi jakun gue. Coba tuh, lu bayangin, betapa tersiksanya gue dengan bulu
hidung ini.
Makanya gue berharap, Doraemon dan kantong ajaibnya
beneran ada di dunia nyata. Atau seenggaknya, ada mahasiswa dari universitas
ternama di Indonesia ataupun dunia, yang bisa membuat alat untuk mengendalikan
bulu hidung. Gue yakin penemuan itu bisa sangat membantu banyak orang yang
punya masalah yang sama seperti gue.
Plis.
Komentar
Posting Komentar