Ramadhan #19: Bulu Hidung

 

Sumber foto: pexels.com

Kalo Doraemon dan kantong ajaibnya beneran ada di dunia nyata, gue pengin minjem alat untuk mengendalikan bulu hidung. Soalnya gue ada sedikit masalah pribadi dengannya. Buat yang punya masalah yang sama kayak gue, sini join circle gue.

Secara biologis, bulu hidung berguna untuk menyaring kotoran yang masuk lewat lubang hidung. Tapi itu cuma buat orang-orang yang bulu hidungnya cukup. Nggak kayak gue yang jumlah bulu hidungnya nggak sebanding dengan lahan yang tersedia. Jika digambarkan, suasana di dalam lubang hidung gue mirip dengan rawa.

Saking banyaknya bulu-bulu yang tumbuh di hidung gue, pertumbuhannya jadi nggak beraturan. Ada yang panjangnya hampir menyentuh bibir, dan ada yang terlalu pendek kayak rumput habis diinjek-injek pemain bola. Dan keduanya nggak ada yang menguntungkan buat gue. Kalo kepanjangan, rasanya kayak ada yang gelitikin lubang hidung gue. Tapi kalo kependekan, sulit baginya untuk menyaring kotoran dari luar dengan baik.

Jujur, gue lebih ngerasa keganggu dengan bulu hidung gue yang kepanjangan. Hampir tiap dua minggu sekali, gue rutin cukur bulu hidung. Gue emang udah mulai terbiasa, tapi tetap aja rasanya nggak nyaman.

Bisa lu bayangin, seandainya gue berada di situasi yang mengharuskan gue berhadapan dengan orang lain, tapi bulu hidung gue malah keluar-keluar. Kira-kira gimana perasaan gue? Dan gimana perasaan orang itu melihat bulu hidung gue melambai-lambai tersapu angin? Bukannya apa-apa, cuman gue takutnya, orang itu jadi ada niatan buat bakar bulu hidung gue.

Alasan gue lebih memilih mencukur bulu hidung gue daripada mencabutnya, adalah karena gue pernah membaca sebuah artikel tentang bahayanya mencabut bulu hidung. Artikel tersebut mengatakan bahwa, mencabut bulu hidung dapat menyebabkan infeksi pada otak. Selain itu juga, mencabut bulu hidung bisa membuat hidung gue rentan mengalami mimisan. Karena kalo gue mencabut paksa bulu hidung gue, dapat memicu pendarahan di dalam hidung.

Jadi nggak ada alasan lain buat gue untuk lebih memilih mencukurnya, daripada mencabutnya.

“Lagian sih lu, Dod, pake dicukur segala. Jadi cepet panjangnya.” Nasihat sotoy begini udah sering gue dengar.

Kalo panjang bulu hidung gue nggak offside dari dulu, juga nggak bakal gue cukur. Masalahnya, semenjak gue puber, pertumbuhan bulu hidung gue sangat pesat. Mana bisa gue membiarkannya tumbuh memanjang  gitu aja.

Puncaknya ada pada waktu gue SMA. Panjang bulu hidung gue hampir bisa menyentuh bibir. Kalo gue nggak rajin mencukurnya, bisa-bisa di umur gue yang hampir dua puluh empat tahun ini, bulu hidung gue panjangnya bisa melebihi jakun gue. Coba tuh, lu bayangin, betapa tersiksanya gue dengan bulu hidung ini.

Makanya gue berharap, Doraemon dan kantong ajaibnya beneran ada di dunia nyata. Atau seenggaknya, ada mahasiswa dari universitas ternama di Indonesia ataupun dunia, yang bisa membuat alat untuk mengendalikan bulu hidung. Gue yakin penemuan itu bisa sangat membantu banyak orang yang punya masalah yang sama seperti gue.

Plis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan #23: Sulit Melupakan (Cerpen)

Ramadhan #20: Orang Asing

2 Tak (Tuyul Sekolah)