Ramadhan #15: Petasan
Setiap kali bulan ramadhan,
ada banyak kasus kebakaran yang disebabkan oleh petasan. Akhir-akhir ini pun entah
udah berupa rumah yang jadi korbannya. Pertanyaan gue, kok bisa? Kok bisa main
petasan sampe kebakaran? Perasaan dulu gue main petasan, nggak pernah sampe kebakaran.
Aman-aman aja. Yang terparah palingan cuma meledak di tangan. Itupun nggak
sampe kebakar. Ya, melepuh sedikit it’s
oke lah.
Sebagai alumni pemain petasan, gue telah menganalisis beberapa
faktor penyebab kebakaran yang dikarenakan petasan. Analisis ini hanya merupakan
hasil pengamatan dan perkiraan gue aja. Nggak serius-serius amat, kok. Santai. Kalo
mau serius, lu tanya aja sama pemadam kebakaran. Cekidot.
Kurangnya
pengetahuan
Kalo dilihat dari perspektif yang cenderung netral, kemungkinan
pertama yang menyebabkan kebakaran adalah kurangnya pengetahuan bocil-bocil
tentang bahayanya petasan, dan benda-benda apa aja yang mudah terbakar. Gampangnya,
ini hanyalah hasil dari ketidaksengajaan bocil-bocil yang awalnya cuma berniat
senang-senang, atau cuma sekadar iseng.
Tapi masa iya, dari sekian banyak anak-anak yang main
petasan, pengetahuannya kurang semua. Alias masa iya, semuanya goblok. Umur rata-rata
anak yang bermain petasan itu, sekitar enam sampe tiga belas tahun. Artinya, rata-rata
anak yang bermain petasan merupakan anak-anak berpendidikan. Jadi nggak mungkin
kalo semua bocil-bocil itu nggak tau apa bahayanya petasan, dan benda-benda apa
aja yang mudah terbakar.
Kurang
tersedianya lahan bermain
Tersedianya lahan bermain anak-anak, seperti lapangan
atau taman, seharusnya bisa menjadi win-win
solution untuk mengurangi kasus kebakaran yang disebabkan oleh kelalaian
anak-anak itu sendiri. Karena nggak adanya lahan bermain, kemungkinan besar
anak-anak jadi bingung mau main petasan di mana. Jadi pada akhirnya, mereka
memutuskan untuk bermain petasan di depan rumah atau gang-gang.
Penyebab minimnya lahan bermain untuk anak-anak, tentu aja
disebabkan oleh infrastuktur yang nggak terstruktur. Nggak bisa ngeliat ada lahan
kosong sedikit, langsung dibikin kontrakan, perumahan, ruko, dan lain sebagainya.
Lingkungan tempat tinggal yang semakin padat, rapat, tentu membuat anak-anak
nggak punya pilihan lain selain bermain di dekat pemukiman masyarakat.
Itulah mengapa, lahan bermain untuk anak-anak sangatlah
penting. Seenggaknya sediakanlah mereka tempat bermain yang cukup jauh dari
pemukiman warga. Gue percaya hal ini bisa jadi solusi yang efektif untuk
mengurangi kasus kebakaran yang disebabkan oleh petasan.
Emang
bocil-bocilnya aja yang tengil
Hal ini menjadi faktor terakhir yang menurut gue paling
krusial. Entah kenapa, gue ngerasa anak-anak zaman sekarang banyak yang susah
diatur. Mau dibilangin berapa kalipun, masuk kuping kanan, keluar kuping
temannya.
Pernah gue sekali bilangin anak-anak di kampung gue untuk
nggak main petasan di depan rumah. Eh, responnya di luar dugaan gue. Mereka
malah mengacungkan jari tengahnya ke arah gue. Seolah-olah nasihat gue nggak
ada artinya bagi mereka. Niatnya gue yang pengin bikin mereka diam, taunya
malah sebaliknya.
Giliran gue laporin ke orangtuanya, malah gue yang
diceramahin, “Udah sih Mas, namanya juga anak-anak. Kayak nggak pernah jadi
anak-anak aja.” Gue yang diomelin. Dari situ akhirnya gue tau, kalo ternyata
sifat keras kepalanya, emang nurun dari orangtuanya.
Udah, gitu aja.
👍👍👍
BalasHapus