Spesial Ramadhan: Sahur

Pada sahur pertama gue, gue terbangun dengan kepala yang agak sedikit pusing, ditambah dengan pertanyaan yang tiba-tiba muncul di  kepala gue, ini udah lebaran, ya? Tapi pada kenyataannya, seperti yang semua orang tau, kalau tanggal 13 April 2021, baru memasuki puasa pertama. Mungkin sebelumnya gue sempet mimpi tentang lebaran yang bahkan gue sendiri nggak inget dengan mimpi gue malam itu. Dan itu artinya, emang gue-nya aja yang pengin cepet-cepet lebaran.

Gue bangun dari kasur gue, sambil memegang kepala gue yang emang agak pusing. Seperti orang-orang pada umumnya yang baru bangun tidur, bengong adalah aktivitas paling nikmat yang biasa dilakukan orang-orang. Seiring berjalannya menit, gue mulai sadar dari bengong yang udah cukup lama. Kemudian, gue segera menyalakan TV yang berada tepat di depan kasur gue. Ya, gue tidur di depan TV.

Saat TV menyala, tayangan atau acara TV yang pertama gue cari adalah acara lawak sahur. Karena mononton acara lawak sahur adalah kebiasaan yang sering keluarga gue lakukan, sembari menyantap menu makan sahur. Setelah gue cari satu per satu saluran TV yang ada, gue sama sekali nggak menemukan acara lawak sahur yang gue dan keluarga gue selalu nanti-nanti tiap tahunnya. Dan di saat itulah gue sadar, bulan Ramadhan tahun ini, udah jauh berbeda dengan bulan Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya.

Nah, gara-gara itu, gue jadi pengin nyeritain hal apa aja yang berubah dan nggak  berubah dari Ramadhan tahun ini dengan tahun sebelumnya. Zaman di mana momen sahur selalu gue tunggu-tunggu kedatangannya. Zaman di mana sahur selalu membuat gue semangat untuk bangun pagi. Dan zaman di mana sahur selalu bisa membuat gue Keep Smile untuk memulai hari-hari gue. Tentunya, semua bakal gue bahas berdasarkan pengalaman gue aja.

Satu hal yang nggak pernah berubah dari kebiasaan di keluarga gue dulu dan sekarang adalah: setiap sahur pertama, meja makan gue selalu diisi dengan berbagai macam pilihan menu untuk disantap. Mungkin nggak cuma keluarga gue aja yang punya kebiasaan kayak gitu, keluarga lain mungkin juga sama. Intinya, sahur pertama selalu berhasil membuat berat badan gue naik dengan cepat, perut gue buncit mendadak, dan pantat gue jadi semakin semok.

Setelah sahur berlalu, kebiasaan yang nggak pernah berubah lainnya dari dulu hingga sekarang adalah Salat Subuh berjamaah. Sebenernya Salat Subuh berjamaah itu udah biasa, tapi yang nggak biasa itu kalau Masjid mendadak penuh ketika Subuh. Padahal kalau pada bulan-bulan biasa, Salat Subuh sering banget kelewatan, dan kalau udah kelewatan, ya, sudahlah biarlah berlalu. Bahkan ada temen gue yang pernah Salat Subuh-nya jam 11 siang. Dari situ gue mikir, setan macam apa yang membuat arwah temen gue lupa balik lagi ke tubuhnya ketika tidur.

Tantangan terberat yang harus dilalui setiap Muslim ketika menjalankan sahur adalah: nggak tidur lagi setelah sahur. Nggak banyak orang yang bisa bertahan dari hingar bingarnya rasa ngantuk setelah melaksanakan sahur. Cuma orang-orang yang Iman-nya kuat aja yang bisa bertahan melalui godaan tersebut. Selebihnya, selamat tidur dan selamat anda telah kelewatan waktu Subuh.

Begitupun dengan gue, setelah sekian purnama nggak Salat Subuh berjamaah di Masjid, ada hal-hal menarik yang seringkali gue jumpai di sana. Kayak misalnya, ngelihat anak-anak kecil pada bercanda ketika Salat. Mungkin nggak cuma di Masjid deket rumah gue aja, di Masjid lain juga selalu diisi dengan anak-anak yang suka bercanda saat Salat Jamaah tengah berlangsung. Aamiin-nya teriak-teriak dan sengaja dipanjang-panjangin, main dorong-dorongan sampai kadang gue juga ikut kedorong, dan setelah salam terakhir mereka pasti udah ambil start buat lari secepat mungkin biar nggak diomelin Bapak-bapak yang paling galak di Masjid.

Ngelihat semua kejadian itu, gue jadi keinget kebiasaan gue dulu, pas masih SMP. Biasanya gue suka disamper sama temen-temen kampung gue buat Salat Subuh berjamaah di Masjid. Alhasil, seperti yang semua orang tau, ketika segerombolan anak-anak main samper-samperan dengan alasan Salat Subuh, itu adalah kebohongan pertama yang dilakukan oleh seorang anak kepada orangtua-nya di bulan Ramadhan. Sekali pun beneran Salat berjamaah, ya... kaya yang tadi gue bilang, kerjaannya cuma bercanda.

Setelah Salat Subuh, gue dan temen-temen kampung gue biasanya suka main ke Warnet buat main Game Online. Tentu aja ke Warnet yang buka 24 jam. Dan itu terus kami lakukan berulang-ulang. Tapi, nggak enaknya kalau main Warnet pagi-pagi, tempat itu selalu diisi oleh Abang-abang pengangguran yang gue yakin mereka pada nggak puasa. Soalnya, mana ada orang puasa yang di hadapannya terdapat semangkok Indomie goreng telur, plus segelas Extra Joss yang es batunya masih sebesar telapak tangan bayi. Sekali pun mereka puasa, gue yakin puasanya nggak akan diterima. Soalnya, mana ada orang yang puasa, tapi layar PC-nya masih menayangkan video ‘enak-enak’ buat mereka cuci mata setelah mereka lelah bermain game semalaman suntuk. Gue bisa tahu semua hal itu, karena gue pernah duduk di samping Abang-abang yang lagi ketiduran, sedangkan video ‘enak-enak’ yang tadi gue bilang masih berputar riang gembira. Gara-gara nggak sengaja lihat video itu, gue rasa, pahala puasa gue juga nggak bakal diterima. Sialan.

Sekarang gue tarik mundur, ketika gue masih duduk di bangku sekolah dasar. Setelah sahur dan Salat Subuh, kegiatan yang biasa gue lakukan bersama teman-teman gue adalah: main petasan korek untuk menghabiskan stok petasan korek yang masih tersisa pada malam sebelumnya. Walaupun petasan korek ini berukuran kecil, tapi suara ledakkannya cukup untuk mengagetkan Bapak-bapak yang lagi ketiduran selepas nge-ronda semalaman, dan cukup untuk membuat kami digamparin karena telah mengagetkan mereka.

Gue sendiri sebenernya takut main petasan korek, karena temen gue pernah sok jagoan mainin petasan koreknya dengan cara yang nggak lazim. Seharusnya, setelah petasannya dinyalakan, dia segera cepat-cepat melempar petasan tersebut ke mana pun dia mau lempar, tapi sama dia malah dimain-mainin dulu di tangannya. Dan akhirnya, membuat petasan tersebut meledak tepat di depan matanya. Syukurnya matanya baik-baik saja setelah kejadian itu, palingan bola matanya agak sedikit bau mercon.

Dari kejadian tersebut, gue belajar supaya nggak ceroboh atau kebanyakan gaya pas main petasan korek. Setelah petasannya nyala, pasti langsung gue lempar karena gue takut meledak di tangan gue. Bahkan saking parnonya gue, petasan baru mau dinyalakan aja, gue udah lempar sekalian sama koreknya. Semua hal tersebut gue lakukan agar gue nggak mengalami apa yang temen gue alami. Dan yang paling penting, supaya gue nggak dimasukkin ke pesantren gara-gara ketahuan main petasan yang membahayakan diri gue dan orang lain. Itu ancaman yang paling menakutkan dari ancaman-ancaman lain yang pernah Emak gue ucapkan.

Setelah gue remaja dan cukup bisa dibilang dewasa, kegiatan sahur yang paling dekat dengan kehidupan gue adalah: Sahur On The Road. Kegiatan yang sangat positif kalau digerakkan sama orang-orang yang otaknya pada sehat. Tapi kalau yang gerakkin acara SOTR ini adalah orang-orang yang otaknya agak kurang sehat, nantinya acara ini cuma bakal dijadikan sebagai ajang pamer-pameran motor, pamer-pameran kebaikan, dan tawuran antar kelompok.

Gue sendiri nggak pernah ikutan kegiatan Sahur On The Road ini. Bukan karena gue nggak mau. Bukan juga karena gue punya rasa kepedulian yang tinggi kepada sesama manusia. Melainkan karena gue adalah orang yang: ngantukan. Gue nggak biasa bergadang kalau tiada artinya. Gue nggak jago kalau harus keluyuran malem-malem di tengah jalan. Daripada nantinya gue malah ngerepotin temen-temen gue, mendingan gue bantu mereka lewat doa dan semangat aja.

Sekarang, semuanya udah nggak sama lagi. Semuanya udah berubah 180 derajat. Gue yang dulunya sering diomelin gara-gara sering bercanda pas lagi Salat, sekarang gue adalah sosok yang sering mengingatkan anak-anak supaya nggak bercanda ketika sedang Salat. Gue yang dulunya suka main Warnet, sekarang gue hanya main internet seperlunya aja. Gue yang dulunya suka main petasan di depan rumah orang, sekarang gue adalah orang yang suka ngomelin anak-anak yang suka main petasan di depan rumah gue. Sedangkan untuk acara Sahur On The Road, bagi gue, semua tetap sama. Gue yang dulu dengan gue yang sekarang, sama-sama nggak tertarik buat ikut andil dalam kegiatan seperti itu. Gue nggak bisa bergadang.

Seiring berjalannya waktu dan seiring berjalannya usia gue yang semakin tua, gue semakin sadar kalau sahur tahun ini benar-benar terasa sepi. Gue udah jarang mendengar anak-anak abege bangunin sahur keliling kampung. Gue udah jarang ngelihat anak-anak keluyuran setelah sahur. Gue udah jarang lihat anak-anak yang pagi-pagi udah nangis gara-gara tangan atau mukanya terkena ledakan petasan korek. Dan gue sadar, kalau semuanya sudah berubah.

Tengkyou

 

Komentar

  1. Petasan disko si seru, bisa joget joget dulu sebelum meledak wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. petasan tikus juga bisa bikin orang joget-joget, kalau dimasukkin ke celana wkwwk

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan #23: Sulit Melupakan (Cerpen)

Ramadhan #20: Orang Asing

2 Tak (Tuyul Sekolah)